Nabi Isa dan Peringatan Natal

Nabi Isa bin Maryan AS adalah salah seorang nabi dan rasul yang mulia. Beliau termasuk saah seorang di antara para rasul Ulul Azmi. Beriman kepada nabi Isa bin Maryam termasuk dari iman Kepada para Rasul yang merupakan salah satu rukun iman. Di dalam Al-Qur’an al-Karim kisah Nabi Isa AS disebutkan di beberapa tempat. Dengan penyebutan kisah yang tepat, adil, jujur dan ilmiah.

Allah SWT berfirman tentang kelahiran nabi Isa AS, “Maka Maryam, membawa anak itu kepada kaummnya dengan menggendongnya.” Kaumnya berkata, ‘Wahai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Wahai saudara perempuan Harun (Maryam), ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.’




  
Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam buaian?”. Isa berkata, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaian) zakat selama aku hidup, (Allah juga memerintahkanku untuk) berbakti kepada ibuku dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” 
Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantah tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, maha suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, :”Jadilah”, maka jadilah ia.

Isa berkata, “Sesungguhnya Allah adalah Rabbku (Tuhanku) dan Rabb (Tuhan) kalian, maka beribadahalah kalian kepada-Nya. Ini adalah jalan yang lurus.” (Maryam : 27-36)


Dalam ayat lainnya, Allah SWT juga berfirman, “Wahai Ahli Kitab (Yahudi dan Nashara), janganlah kalian melapaui batas (ekstrim/berlebihan) dalam agama kalian. Janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah Rasulullah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan (dengan tiupan) ruh dari ciptaan-Nya. Maka berimanlah alian kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganah kamu mengatakan, “Tuhan itu tiga”, berhentilah dari ucapan itu. Itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah adalah ilah yang Esa (yakni satu-satu-Nya yang berhak diibadahi). Maka suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepuyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.” (An-Nisa: 171) 


Pembaca yang budiman, sesungguhnya tidak boleh meyakini bahwa Isa adalah anak Allah, atau Isa adalah Tuhan Anak, atau Isa adlah satu dari yang ke tiga. Mengapa demikian ? Karena nabi Isa AS adalah hamba Allah. Maka jangan menyembahnya, atau menyakininya sebagai anak Allah, atau salah satu dari yang tiga. Bahkan nabi Isa AS sendiri memerintahkan untuk beribadah kepada Allah satu-satunya.



Prinsip iman yang seperti inilah yang mengantarkan kepada surga. Nabi Muhammad SW bersabda, “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah satu-satunya tiada sekutu bagi-Nya, dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah haba dan rasul-Nya, dan (bersaksi) bahwa Isa adlah hamba Allah dan rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan (dengan tiupan) ruh dari (ciptann)-Nya. Juga (bersaksi) bahwa a-Jannah (surga) dan neraka adalah haq, maka Allah akan memasukkan dia ke dalam surga dalam keadaan bagaimana pun amalnya.” (H.R. Al-Bukhari 3435, Muslim 28, dari sahabat ‘Ubadah bin Ash-Shamit) 

Para pembaca sekalian, perlu kita renungkan baik-baik, bahwa Allah yang telah mengutus nabi Muhammad SAW, Dia-lah yang juga mengutus nabi Isa AS. Allah yang menurunkan al-Qur’an, Allah jugalah yang yang telah menurunkan Injil yang asli (Sebelum terjadi perubahan).

Maka berita dari Allah SAW tentang nabi Isa dalam al-Qur’an tidak mungkin bertentangan dengan berita dalam Injil. Prinsip agama para rasul adalah sama, yaitu memerintahkan untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang dari beribadah kepada siapapun/ apapun selain Allah.

Maka tidak akan mungkin Nabi Isa mengajarkan kepad akaumnya untuk beribadah atau menyembah dirinya, atau menuhankan dirinya. Allah telah memberitakan bahwa nabi Isa AS telah menegaskan kepada ummatnya, “Sesungguhnya Allah adalah Rabb-ku (Tuhanku) dan Rabb (Tuhan) kalian, karena itu beribadahlan kepada-Nya. Inilah jalan yang lurus.” (Ali- Imran: 51)



Dilarang Ikut Merayakan Natal
Jika demikian prinsip keimanan tentang Nabi Isa AS, maka seorang musim tidak boleh ikut-ikutan merayakan natal. Natal merupakan hari raya umat Kristiani, memperingati hari kelahiran Yesus Kristus (yakni nabi Isa AS) yang mereka yakini sebagai Tuhan atau Tuhan Anak. Maka jeas ini bertentangan dengan prinsip keimanan seorang mukmin. 
Tidak boleh seorang mukmin ikut merayakan perayakan natal. Tidak boleh pula dia mengucapkan selamat natal. Karena perayaan natal jelas-jelas bertentangan dengan ke imanannya, bagaimana seorang musllim akan mengucaapkan selamat terhadapnya?

Demikian pula tidak boleh saling tukar menukar hadiah dalam rangka natal. Tidak boleh pula menjual sesuatu untuk perluan natal. Karena natal termasuk dari ritual ibadah har raya umat Kristiani.

Al-Iman adz-Dzahabi (wafat tahun 784 H) mengatakan, “Apabila Nashara (Kristiani) memiliki hari raya, Yahudi juga memiliki hari raya, yang itu hari khusus (agama) mereka, maka tidak boleh seorang muslim ikut merayakknnya.” (Tasyabbuh al-Khasis, hal. 27)

Beliau juga mengatakan, “Sepantasnya atas setiap muslim untuk menjahuui hari raya mereka (Yahudi, Nashara, dll). Wajib atasnya untuk melindungi diri, isteri dan anak-anaknya dari hari raya tersebut, jika memang dia beriman kepada Allah dan hari Akhir.” (Tasyabbuh al-Khasis, hal. 32)

Perayaan natal biasanya berangkai dengan perayaan tahun baru masehi. Maka berhati-hatilah wahai saudaraku se-Islam, janganlah Anda mengikuti perayaan natal ataupun Tahun Baru Masehi.

Islam Agama Toleran Bukan Agama Intoleran
Keyakinan kaum muslimin tidak boleh ikut merayakan natal dan dilarang mengucapkan selamat natal tidakla bertentangan dengan prinsip toleransi. Sikap ini bukan sikap yang intoleran.

Islam adalah agama yang paling sempurna, agama yang paling indah dan membawa rahmatan lil alamin. Islam bukan agama yang mengajarkan sikap ekstrim dan radikal. Islamm terdepan dalam mengajarkan toleransi.

Islam melarang melakukan kekerasan, anarkis dan kezhaliman walaupun kepada orang yang berbeda agama dengannya. Namun ini tidak berarti kemudian boleh ikut merayakan hari raya agama lain. Apalagi sampai datang ke gereja dan foto bersaa atau bahkan berceramah di gereja Astaghfirullah. Semestinya seorang muslim tidak berbuat demikian.

Apabila ada tetngga non-Muslim sakit keras, maka seorang muslim boleh mengantarkannya berobat ke doket atau rumah sakit. Nammun tidak berarti ketika non-muslim itu hendeak ke gereja juga boeh untuk diantar oleh seorang muslim.

Asy-Syaikh Abduk Aziz bin Baz (Ketua Rabitnah Alam Islamy, wafat tahun 1420 H/1999 M) menjelaskan, “Sesungguhnya kewajiban seorang muslim terhadap non-muslim banyak :”

Pertama, mendakwahinya (mengajaknya) ke jalan agama Allah. Menjelaskan kepadanya hakikat Islam, sesuai dengn kapasitas ilmunya. Ini merupakan bentuk perbuatan baik yang terbesar.

Kedua, tidak boleh menzhaliminya, baik diri atau jiwanya, hartanya, maupun kehormatannya. Apabila dia seorang non-muslim yang berstatus dzimmi (dalam jaminan negara Islam), musta’man (diberi perlindungan keamanan oleh negara Islam) atau mu’ahad (dalam ikatan perjanjian dengan negara Islam), maka wajib ditunaikan hak0-haknya. Tidak boleh dizhalimi pada hartanya, baik dalam bentuk pencurian, khianat, ataupun tipu daya. Tidak boleh juga dizhlimi pada badannya, baik dengan cara dipukul atau dibunuh. Karena status dia sebagai mu’ahad, dzimmi atau musta’man  menyebabkan dia terjaga atau terlindungi.

Ketiga, tidak mengapa beruaalah dengannya dalam bentuk jual-beli, perdagangan, dan semisalnya. Terdapat riwayat yang sah dari Rasulullah SAW bahwa beliau membeli sesuatu dari orang kafir penyembah berhala tau membeli dari seorang kafir Yahudi, bahkan Nabi Muhammmad SAW wafat dalam keadaan baju besi beliau tergadaikan kepada seorang Yahudi.

Keempat, tidak boleh memulai mengucapkan salam. Namun boleh membalas kalau non-muslim tersebut memulai salam, yaitu dengan ucapan “Wa’alaikum”  saja.

Termasuk dalam hal ini juga bertetangga dengan baik. Apabila orang non-muslim tersebut sebagai tetanggamu, maka berbuat baiklah terhadapnya, jangan menggangu atau menyakitinya. Kalau dia seorang yang fakir, maka bersedekahlah kepadanya, boleh juga kamu berikan hadiah kepadanya Nasehatilah dia dengan sesuatu yang bermanfaaat untuknya, arena itu akan menyebabkan dia smpatk dan tertari kepada Islam dan Masuk Islamm



Penulis : Ustadz Abu Amr Alfian
Al-Ilmu Edisi Aqidah 07 2017


banner
Previous Post
Next Post

0 Please Share a Your Opinion.: