Manusia Sebagai Nahkoda Kehidupan


Bermegah-Megahan telah melalaikan kamu,
sampai kamu mau ke dalam kubur (Q.S. At-Takasur : 1 - 2)


Bumi kita selalu dirundung duka, khususnya akibat perselisihan, pertengkaran, perseteruan, dan peperangan antar umat manusia yang sama-sama mengaku beragama, khususnya agama-agama samawi : Islam, Kristen, Yahudi. Kenyataan di lapangan menunjukkan kebalikan dari semua apa yang sudah diajarkan oleh agama-agama tersebut. Seollah-olah tidak ada damai, tidak ada kasih, dan tidak ada tetangga yang dicintai. Mereka selalu bertikai dan selalu berselisih satu sama lain. (Soekmono Soma : t.th:3)

Faktor-faktorr pertikaian didominasi “Keinginan” dan karakter manusia yang selalu tidak puas. Ini memang tidak mengeherankan, sebab memang sifat dasar manusia adalah materi. Menurut Thomas Hobes, makhluk hidup itu tersusun dari materi, dan sifat dasar manusia di dalam kehidupan hanya untuk memenuhi ego (materi). Dala memenuhi materinya itu, manusia berkompetisi dengan manusia llainnya, bahkan dengan menggunakan berbagai macam cara. (Hobes daam Ramdani Wahyu, 2007 : 32).


Dunia saat ini, manusia berlomba-lomba mengumpulkan harta kekayaannya dengan berbagai cara. Padahal dalam berbagai agama, manusia sudah diperingati akan bahaya harta dunia, sebagaimana Nabi Isa mengatakan “Tak seorang pun dapat menabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Matius :6:24). Menurut Soekmono Soma, peryataan yang terdapat dalam kitab perjanjian baru tersebut ditafsirkan sebagai kritikan Yesus (Nabi Isa Al-Masih) terhadap kaum Yahudi yang tamak harta, sehingga seolah-olah telah menuhankan materi (Soma:t.th:6).



Dalam sejarah Islam Klasik, sesaat setelah Rasulullah SAW wafat, di tengah-tengah umat Islam sudah mulai perpecahan. Bahkan sebelum jenazah Rasulullah dimakamkan, sudah terjadi perdebatan sengit engenai pengganti Rasulullah. Perdebatan berlangsung di Tsaqifah Bani Sa’ad yang melibatkan Kaum Anshar (Aus dan Khazraj) dan golongan Muhajirin. Dalam perdebatan itu, Abu Bakar al-Shiddiq terpilih sebagai Khalifah pertama.

Reaksi atas terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah segera berdatangan. Ada sebagian orang yang menyatakan ksetiaan dengan melantik (membaiat) secara spontan. Tetapi ada juga yang tidak bersedia membaiat bahkan tidak sedikit yag menyatakan keluar dari Islam (Murtad). Setelah memerintah kurang dua tahun, pada tanggal 21 Jumadil Akhir (22 Agustus 634 M) Abu Bakar wafat.


Sepeninggal beliau, tampuk Khalifah dipegang oleh Umar Ibn al-Khattab. Suksesi kepemimpinan Umar Ibn al-Khattab lebih didasarkan pada pesan Abu Bakar kepada Umar sebagai waliy al-‘ahdi (Putra Mahkota). Akan tetapi meski Umar sukses dalam kepemimpinannya masih banyak suara sumbang yang datang dari orang-orang non-Islamm yang berkoalisi dengan munafiqin. Puncak kebencian itulah yang menyebabkan terbunuhnya Khalifah Umar Ibn al-Khattab pada saat mengimami sholat shubuh.

Singkat cerita, akhirnya Utsman terpilih sebagai pengganti pemimpin ummat Islam yang resmi menjadi Khalifah Ke-3. Pada masa peemerintahan Utsman berjalan selama enam bulan saja, perselisihan kau muslimin mulai terbuka dan transparan. Mulailah bermunculan rasa tidak puas terhadap sikap Khalifah. Puncak instabilitas politik pada masa pemerintahan Khalifah Ustman ditandai dengan adanya protes para demostran yang datang dari Mesir yang menuntut pemecaan Abdullah Ibn bi Sarah dari jabatan Gubernur Mesir, digantikan Muhammad Ibn Abu Bakar. Singkat cerita, pergulatan internal ummat Islam mengakibatkan terbunuhnya Ustman di tangan para demostran pada tahun 35 H. Setelah Ustman wafat, para sahabat dalam musyawarah sepakat mengangkat Ali Ibn Abi Thalib sebagai Khalifah pegganti Ustman.


Perjalan hidup manusia memang tidak mungkin lepas dari pertikaian. Namun kita perlu berpikir bahwa di antara pertikaian dan pertentangan dari masa ke masa terdapat jeda waktu perdamaian karena manusia dibekali akal pikiran serta hati sebagai bekal dalam menjalani kehidupan ini. Sebab hidup ini merupakan ujian yang harus kita jalanin. Itulah sebabnya Allah mengutus setiap ummat seorang Rasul sebagai pemberi peringatan agar manusia tidak lalai dalam menjalani kehidupannya. (Q.S. Fathir : 35)

Sejalan dengan itu, dalam memilih jalan, manusia adalah sebagai penentu ke arah mana jalan yang akan dilaluinya. Apakah manusia mau menempuh jalan kekerasan atau perdaaian, sebab manusia dibekali nafsu, hati, dan pikiran. Di sisi lain, tkdir yang sudah ditulis bagi kita oleh Allah hanya sebatas memberikan fungsi potensi manusia sebagai bentuk takdir. Jika kita beranggapan bahwa segala sesuatu itu sudah ditentukan oleh Allah SWT seperti bodoh, malas, pintar, msikin, dan sebagainya. Maka hal seacam ini memberikan gambaran kepada kita terhadap pemaksaan Allah. Padahal sudah jelas bahwa Allah tidak pernah menganiaya hambanya (Wamaa rabbuka bidzallamin lil ‘abiid).

Semestinya kita harus berpikir, bahwa kita hidup bebas melakukan apa saja sesuai kehendak kita, namun kebebasan itu tidak lepas dari kebebasan orang lain makanya dalam hidup ini ada yang namanya “Aturan”. Hukum-hukum yang diserahkan dan dibuat oleh mmanusia dengan mengikuti petunjuk yang dibuat oleh Allah SWT elalu simbol-simbol ciptaannya untuk mengatur kehidupan manusia itu sendiri.

Dengan demikian, dalam mengarungi kehidupan sebagai bagian dari hukum alam (Sunnatulah), manusia dituntut untuk bisa mengendalikan diriny dalam memilih mana yang terbaik dan mana yang paling benar menurut keyakinan serta kebenaran akal dan pikirannnya serta memilihnya sesuai dengan panduan hatinya, sebab hati adalah titik utama dalam menjalankan kebaikan. Di samping itu juga, terdapat ketentuan-ketentuan Allah secara pasti dalam kehidupan manusia, oleh karenannya manusia dalamm setiap usaha yang dilakukan tidak lepas dar yang nanya “Tawakkal”. Dan itu pun tergantung manusinanya juga mau atau tidak bertawakkal. Jadi, titik utama dalam hidup ini terletak pada manusianya sendiri dalam menyetir dirinya untuk menjalankan kehidupan mmenuju Insan al-Kamil.



Penulis : M. Sofiatul Iman
Diterbitkan oleh Yayasan Masjid Jami’ Al Bitul Amien Jember

Edisi 1065 – 10 November 2017


banner
Previous Post
Next Post

0 Please Share a Your Opinion.: